Tampilkan postingan dengan label psikolog. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label psikolog. Tampilkan semua postingan

Assalammualaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Isu yang paling sering dibahas, dan krusial yakni soal quarter life crisis, karena banyak orang yang tidak bisa/ kurang mampu dalam melewati fase ini.

Apa si fase Quarter Life Crisis ?

Image by Good Therapy SF - https://id.pinterest.com/pin/570057265337318452/


Pengertian Quarter Life Crisis

Setiap orang pasti mengalami proses pertumbuhan dari anak-anak sampai dewasa, Namun pada saat seorang manusia beranjak dewasa tekanan, tuntutan dan permasalahan yang akan dihadapinya-pun akan makin kompleks.

Reaksi yang ditimbulkan berbeda pada tiap individu, ada yang merasa antusias dan senand, namun ada juga yang merasa cemas karena menganggap mereka tidak memiliki bekal atau persiapan yang cukup.

Ada satu fase yang dinamakan Emerging Adulthood, yakni fase yang dielati semua individu dipenghujung masa remajanya dan bukan merupakan suatu transisi yang singkat.

Fase ini biasanya dialami pada seseorang direntang usia 18 sampai 29 tahun (Arnett,2001). Pada masa ini banyak tuntutan dari lingkungan kepda seseorang, sperti tuntutan atas kematangan itu sendiri.

Belum adanya kemampuan untuk mengemban tanggungjawab membuat seseorang menjadi mengeksplore diri dalam aspek percintaan, pekerjaan dan pandangan terhadap dunia itu sendiri.

Eksplorasi diri membuat seseorang mengalami ketidakstabilan dalam fase emerging adulthood, karena dalam fase ini seseorang banyak mengalami perubahan baik dalam segi percintaan, pendidikan hingga pekerjaan, yang mana lebih banyak disbanding fase perkembangan lainnya (Tanner et al, 2008).

Pada masa ini seseorang cenderung memilki padangan yang berbeda dengan orang tuanya, sehingga nilai-nilai yang orang-tuanya anut, tidak bisa mereka terima selayaknya kondisi pada saat mereka kecil, sedangkan norma orang dewasa tidak bisa sepenuhnya mereka jalankan (Atwood & Scholtz,2008).

Ketidakstabilan ini merupakan sumber stress dan kecemasan tersendiri, karena mereka tidak mau dianggap sebagai anak kecil namun belum pantas dinilai sebagai orang dewasa.

Tidak semua orang bisa menghadapi fase ini dengan baik, beberapa orang akan mengalami kebingungan, sebagian mencoba mengatasi masalahnya, dan sebagian lagi mengalami masa yang berat dan membutuhkan terapi dalam pencarian solusinya.

Bentuk krisis yang dialami seseorang pada masa ini adalah persaan tidak berdaya, terisolaso, ragu akan kemampuan diri sendiri dan takut kegagalan (Atwood & Scholtz,2008).

Menurut Robbins dan Wilner (2001 dalam Black, 2004) Quarter Life Crisis merupakan reaksi dari ketidakmampuan seseorang menghadapi Realita Hidup yang perih penuh ketidakstablian setelah lepas dari kenyamanan pengalaman menjalani pendidikan tinggi.

Menurutnya pada masa ini ditandai dengan beberapa reaksi emosional seperti frustasi , panic, tidak berdaya, tidak memiliki tujuan, depresi gangguan psikologis dan sebagainya.

Penyebab ketidakbahagiaan umunya karena masalah pekerjaan, relasi anatar orang, keuangan dan karakter  tiap orang (Tanner et al, 2008).

Beberapa contoh latarbelakang fase ini karena masalah pernikahan dan pekerjaan. Khususnya masalah pekerjaan, tuntutan menajdi dewasa ditandai dengan awal masuk dunia kerja,

Hal ini berarti keharusan memilki penghasilan sendiri, serta adanya kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke taraf yang lebih tinggi (Aronson, 2008).

Permaslahannya adalah pada rentang usia 20-an , seseorang sadar akan masalahnya tapi tidak berani/tidak mau mengikuti konseling dengan pakar (Foster dalam White, 2002).

Karena kesan negatif pada masyarakat yang kerap menganggap dirinya lemah, tidak bisa menghadapi dengan usahanya sendiri, tidak bersyukur, tidak taat beribadah dll. yang membuat seseorang malah mendapatkan tekanan lebih besar daripada petolongan.

Menurut penelitian yang saya ambil dari sumber paper ilmiah ini, Keluhan sebagian besar malah muncul dari orang tua yang tidak bisa mengatasi permasalah emosional anak-anaknya.

Terdapat 5 fase dalam Quarter Life Crisis menurut Robinson (2011), yakni


  1. Fase pertama, perasaan terjebak dalam banyak pilihan sementara seseorang tidak mampu memutuskan harus menjalani yang mana.
  2. Fase kedua, dorongan yang kuat untuk merubah situasi.
  3. Fase ketiga, melakukan tindakan yang bersifat sangat krusial, seperti kerluar dari pekerjaan atau memutuskan suatu hubungan yang sedang dijalani, lalu mencoba pengalaman baru.
  4. Fase keempat, membangun pondasi baru dimana seseorang dapat mengendalikan arah tujuan kehidupannya.
  5. Fase kelima, membangun kehidupan yang lebih fokus pada hal-hal yang memang menjadi minat dan sesuai dengan nilai yang di anut orang tersebut.

Pada rentang usia 20 tahun-an jarang sekali menjalni suatu proses yang kita sebut  saja dengan terapi.Robbins dan Wilner (2001) menjabarkan beberapa penyebabnya:

1.  Publik dan Media mengabaikan kelompok rentang usia ini.
2.  Sebagian besar belum mempunyai kestabilan finansial, mereka takut untuk membayar mahal sedangkan mereka mempunyai kebutuhan hidup yang lebih mendesak untuk diprioritaskan.
3.  Masih terpengaruh kuat terhadap stigma negatif masyarakat. Sehingga mereke lebih memilih untuk diam.

Pada masa quarter life inilah diri teman-teman sendiri diuji. Mengapa? Karena pada masa inilah teman-teman  mulai membuat komitmen pada diri sendiri dan orang lain.  Memasang target pada kurun waktu tertentu untuk suatu tujuan seperti lulus kuliah atau menikah.

Dari penjabaran diatas, Seharusnya kita tahu tidak apa-apa untuk merasa tidak berdaya jika teman-teman sekalian berada pada rentang usia quarter life crisis ini.

Semua orang pasti mengalami fase ini, jika teman-teman merasakan gejala yang sudah disebutkan tadi, tenang karena bukan teman-teman seorang yang merasakannya.

Jika merasa tidak bisa menangani sendiri jangan ragu untuk segera membuat jannji dengan profesionalnya yakni psikolog.

Lebih lajut jika perlu penangan lebih, teman-teman bisa dirujuk ke-psikolog klinis yang tepat sesuai masalah teman-teman, atau bisa juga ke psikiater

Saya berharap tulisan ini berguna untuk siapa saja yang membaca kedepannya.

Referensi :



Assalammualaikum Warahmatullah Wabaarakatuh

Tulisan saya ini merupakan tulisan pertama dalam blog saya, saya berharap ada nilai atau dampak positif (halah sok-sokan influencer lu) yang dapat diambil. dari cerita pengalaman saya yang terkait dengan tema kesehatan mental.

Tema kesehatan mental saya angkat karena dekat dengan saya. saya yang mengalaminya sendiri, dan saya rasa banyak orang diluar sana yang juga merasakan gejala psikologis yang tidak mengenakan, tapi hanya diam takut dan bimbang.

Permasalah Mental Health menjadi isu/ topic yang “seksi” untuk dibicarakan sekarang ini, ditandai dengan banyaknya kampanye-kampanye positif tentang kesehatan mental, banyaknya akun sosial media yang berdiri atas nama kesehatan mental/konseling dll,

Juga makin banyak orang-orang yang mengaku mempunya gangguan kesehatan mental terentu dengan dasar yang lemah, hanya berdasarkan pada informasi yang mereka dapat di internet saja. Hal ini berkaitan dengan tingginya tingkat urgensi/ kegentingan masalah kesehatan mental di Indoensia.

Tahu apa si ngomongin soal Mental Health, emang anda ahlinya, emang anda tahu tentang yang anda bahas  ?

Jujur saya memang memang hanya memilki sedikit referensi tentang kesehatan mental, walaupun saya suka dengan dunia psikologi, karena saya sedikit banyak membaca referensi tentang dunia psikologi, saya sadar saya bermasalah, dan saya sadar harus mencari bantuan professional.

Pentingnya Pergi ke Psikolog

Saya sebagai seseorang yang mengalami langsung dampak dari masalah kesehatan metal ini, ingin menyampaikan pengalaman, solusi dan pencerahan bagi orang-orang diluar sana yang mempunyai masalah dengan gejala-gejala gangguan psikologis, tapi masih bingung dan bimbang tentang apa yang harus dilakukan kedepannya.

Banyak diantara kita yang mengalami kondisi berat pada fase Quarter Life Crisis, yang menerpa berbagai sisi kehidupan kita.

Dari mulai, identitas diri, mencari jati diri yang sesungguhnya, masalah keluarga, percintaan dan pekerjaan.

Banyak orang yang tidak sanggup melewati fase ini dengan mulus, karena berbagai macam faktor tentunya.Hasilnya ? banyak yang mengalami gangguan mental, dan kiris pada dirinya sendiri.

Sayangnya pada fase ini, banyak orang yang tidak ingin mencari bantuan kepada profesional karena berbagai macam faktor, bisa dibaca pada tulisan saya yang lain.

Padahal mendapatkan bantuan sedini/ sesegera mungkin merupakan jalan keluar yang utama, agar permasalah mental yang dialami seseorang bisa cepat terselesaikan, dan orang tersebut bisa melanjutkan kehidupannya secara normal.

karena memang para ahli lah yang mengerti, dan sudah berpengalam menangani permasalah kejiwaan ini secara profesional dan terlaltih.

Saya berpesan bahwa jangan merasa jika teman-teman mempunyai gejala yang sama dengan apa yang teman-teman dapat di internet, lalu langsung melebeli diri teman-teman sendiri sebagai orang yang memiliki gangguan psikologis (paling sering saya lihat soal bipolar, kepribadian ganda dll).

Jika memang memiliki gejala yang sama, maka bergegaslah mencari pertolongan/bantuan professional. Jika sudah ada dorongan mau ke psikolog, atau sudah mencari referensi tentang psikolog,

Maka teman-teman jangan sekali-kali ragu untuk segera mencari info psikolog terdekat dan dengan biaya terjangkau sesuai dengan kemampuan teman-teman.

Dalam Blog ini saya bukan bermaksud untuk mempromosikan para psikolgo yang ada diIndonesia, mungkin tanpa adanya pesan dalam blog ini-pun para psikolog juga sudah berjuang keras menghadapi banyak orang dengan gangguan mental.

Saya concern dengan masalah kesehatan mental  ini karena ada dampak positif langsung yang saya rasakan ketika baru saja menjalani satu kali konseling dengan psikolog professional.

Perasaan lega dan dimengerti yang selama ini tidak saya dapatkan dimana-mana termasuk dari orang terdekat saya sendiri, akhirnya saya dapatkan.

Kepribadian Tiap Psikolog

Permasalahan saya didengar dengan baik, Alhamdulilahnya saya bertemu dengan psikolog yang tepat, dengan tipe mau mendengarkan pembicaraan klien/pasien (*saya belum tahu panggilan yang tepat bagi orang yang ditangani oleh psikolog) sampai selesai.

Note : Saya membaca beberapa referensi terkait dengan tipe-tipe psikolog, ada yang suka memotong pembicaaraan, ada yang mungmin tegas, dan berbagai macam lainnya.

Lalu bagaimana kalo saya merasa tidak cocok dengan psikolog saya saat ini ?

Intinya psikolog juga manusia biasa yang mempunya kepribadian bermacam-macam. jadi jika teman-teman sudah sampai tahap konseling dan belum menemukan psikolog yang cocok, tetapi teman-teman masih butuh bantuan dan tidak tahu harus kesiapa dan kemana lagi.

Saya sarankan teman-teman mencari  psikolog lain, namun harus sudah mempunyai catatan terkait kepribadian psikolog tersebut. karena terpaut biaya yang tidak murah untuk sekali konseling.

Ah situ mah enak, orang kaya bisa gonta-ganti psikolog, emang biaya-nya ga mahal ? emang negara mau tanggung ?

Jujur saya terlahir dari keluarga yang cukup, tapi dikatakan banyak juga tidak. Untuk biaya konseling, dan referensi tempat konseling yang murah, mungkin akan saya bahas pada tulisan/post berikutnya pada blog ini.

Jangan takut/ minder dalam mencari bantuan terkait kesehatan mental, dan jangan putus asa jika ada diantara teman-teman yang tidak percaya diri terkait pembiayaan konseling.

Karen intinya teman-teman harus “sembuh” terlebih dahulu, baru bisa menjalankan kehidupan normal kembali. dan bisa beraktifitas secara maksimal.

Setelah itu  teman-teman bisa mengumpulkan pundi-pundi rupiah kembali. Bisa menjalakna kehidupan yang normal kembali dengan keluarga dan banyak manfaat positif yang didapat setelah teman-teman menyelesaikan permasalah psikologis teman-teman semua.

Note : Saya sendiri masih menjalani “perawatan” dengan psikolog untuk beberapa sesi kedepan, setelah beberapa sesi akan terlihat bisa diselesaikan oleh satu psikolog, yakni psikolog saya saat ini, atau harus dirujuk ke psikolog lain, bisa juga ke psikiater untuk mendapatkan obat.

Emang apa sih hasil nyata yang didapat setelah terapi ?

Hasil Setelah Konsultasi dengan Psikolog

Hasil dari sesi  saya yang lalu,saya mengetahui letak kelebihan saya dan apa-apa saja yang harus saya syukuri (hal ini didapat setelah psikotes).

Saya juga disarankan beberapa hal, salah satunya saya disarankan untuk mencari pekerjaan yang disenangi, mencari hobby atau sejenisnya yang membuat saya rileks dan jauh dari stressor(Faktor-faktor penyebab stress).

Psikolog tahu betul cara menanamkan sugesti psotif pada kliennya, dan cukup berhasil sejauh ini pada saya.

Hal yang perlu temen-temen tahu juga, pergi ke psikolog bukan seperti memakan cabai yang pedasnya bisa langsung terasa. butuh kesabaran dan rasa ingin sembuh yang kuat juga dalam diri temen-temen.

Pada masa pandemic COVID-19 seperti ini, gimana kosnulnya, apa masih jalan, teru apa gimana kalo sewaktu-waktu perasaan negatifnya timbul lagi ?

Jujur, saat ini (Masa Pandemi COVID-19) jadwal terapi saya jadi terganggu, dan terpaksa tidak menjalani terapi karena himbauan pemerintah terkait PSBB (Kepanjangan PSBB : Pembatasan Sosial Berskala Besar).  dan perasaan-perasaan negatif terus hilang-timbul tergantung dengan kondisi yang saya hadapi.

Namun untuk mengatasinya saya terus fokus dengan kelebihan saya, dan terus mencari apa yang saya suka, saya akan usahakan semaksimal mungkin. salah satunya dengan mengisi blog saya dengan tulisan.

Untuk saat ini saya berharap mempunya pekerjaan sebagai copywriter/contentwriter dan sejenisnya karena alasan yang akan saya jelaskan pada tulisan di post saya yang lain.

Jadi jika kalian sudah mencari tahu tentang gejala kalian, kalian sudah ga tahan, sudah cari tahu tentang psikolog, tempat prakteknya, dan biayanya, silahkan langsung saja buat janji dengan psikolog tersebut, jangan ditunda-tunda.

Terimakasih, Wassalammualaikum...




Picture by Marija Beišytė - https://id.pinterest.com/pin/734227545484909862/