Tingkat Masalah Kesehatan Mental di Indonesia - Beserta Data


Urgensi/ Kegentingan Masalah Kesehatan Mental di Indonesia (Beserta Referensi PDf)

Assalammualaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Latar Belakang

Untuk membahas masalah kesehatan mental di Indonesia, dan seberapa pentingnya masalah ini. Saya perlu merujuk beberapa referensi ilmiah dari sumber-sumber yang saya usahakan sejelas dan se-ilmiah mungkin.

Hal ini saya perlukan agar tema kesehatan mental yang saya bahas dalam blog ini tidak hanya dianggap sebagai omong-kosong belaka,

Ada pesan-pesan yang ingin sampaikan dengan cara saya sendiri terkait pentingnya kesehatan mental di Indonesia, dan solusi apa yang harus dilakukan ketika teman-teman mempunyai gejala-gejala yang menjurus/ cenderung memperlihatkan ciri-ciri gangguan mental.

Dalam blog saya ini, saya berusaha semaksimal mungkin membuat semua tulisan relevan dengan keadaan teman-teman semua.

Karena berdasarkan pengalaman pribadi (akan lebh baik jika teman-teman belajar dari pengalaman orang lain, untuk mempersingkat waktu belajar teman-teman).

Yang akan dikombinasikan dengan referensi-referensi yang diusahakan valid bersumber dari opini dari akademisi,  jurnal ilmiah, atau paper ilmiah terkait tema yang saya angkat ini.

Image by Redbubble - https://id.pinterest.com/pin/774619204643277502/



Masalah Kesehatan Mental di Indonesia

Menurut abstrak dari salah satu Jurnal Ilmiah UGM (Adisty Wismani Putri, Budhi Wibhawa, Arie Surya Gutama, 2015), Kesehatan mental merupakan hal penting yang harus diperhatikan selayaknya kesehatan fisik. Diketahui bahwa kondisi kestabilan kesehatan mental dan fisik saling mempengaruhi.

Gangguan kesehatan mental bukanlah sebuah keluhan yang hanya diperoleh dari garis keturunan. Tuntutan hidup yang berdampak pada stress berlebih akan berdampak pada gangguan kesehatan mental yang lebih buruk.

Di Indonesia, berdasarkan Data Riskesdas tahun 2007, diketahui bahwa prevalensi gangguan mental emosional seperti gangguan kecemasan dan depresi sebesar 11,6% dari populasi orang dewasa.

Berarti dengan jumlah populasi orang dewasa Indonesia lebih kurang 150.000.000 ada 1.740.000 orang saat ini mengalami gangguan mental emosional (Depkes, 2007).

Data yang ada mengatakan bahwa penderita gangguan kesehatan mental di Indonesia tidaklah sedikit sehingga sudah seharusnya hal tersebut menjadi sebuah perhatian dengan tersedianya penanganan atau pengobatan yang tepat.

Di berbagai pelosok Indonesia masih ditemui cara penanganan yang tidak tepat bagi para penderita gangguan kesehatan mental. Penderita dianggap sebagai makhluk aneh yang dapat mengancam keselamatan seseorang untuk itu penderita layak diasingkan oleh masyarakat.

Hal ini sangat mengecawakan karena dapat mengurangi kemungkinan untuk seorang penderita pulih. Untuk itu pemberian informasi, mengedukasi masyarakat sangatlah penting terkait kesehatan mental agar stigma yang ada di masyarakat dapat dihilangkan dan penderita mendapatkan penanganan yang tepat.

Sumber berikutnya, saya mengambil sumber dari sebuah laman opini milik salah satu PTN ternama di Indonesia, yakni Unair.

Menurut penulis opini dalam Unair.News, berdasarkan berita yang dilansir oleh Harian Nasional, Penderita gangguan jiwa di Indonesia tercatat meningkat berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018.

Ada peningkatan jumlah menjadi 7 per mil rumah tangga. Artinya per 1.000 rumah tangga terdapat 7 rumah tangga yang ada ODGJ, sehingga jumlahnya diperkirakan sekitar 450 ribu ODGJ berat.

Beberapa macam gangguan jiwa diantaranya adalah skizofrenia, depresi psikopat, bipolar disorder, anti sosial dan lain lain. Data Riskesdas pada tahun 2013 menunjukkan prevalensi ganggunan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia.
Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk.
Di Indonesia, dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial dengan keanekaragaman penduduk; maka jumlah kasus gangguan jiwa terus bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang.
Penyebab tingginya masalah kesehatan mental juga dipicu dari kurang adanya keterbukaan masyarakat mengenai hal tersebut, mereka memilih untuk diam dan mencoba untuk melakukan penanganan sendiri, dengan cara primitif dan kuno.
Kurang adanya keterbukaan juga menutup kemungkinan buat adanya penanganan yang dilakukan oleh tenaga ahli atau institusi lembaga kesehatan.
Masyarakat masih beranggapan bahwa kelainan mental bukan merupakan penyakit yang butuh penanganan secara serius, sama sekali tidak lebih berbahaya dari pada penyakit fisik ( yang terlihat). Namun pada kenyataannya penyakit mental dapat berlajut pada gejala fisik. 
Ada beberapa hal lain yang menjadi pemicu tingginya masalah kesehatan mental yaitu yang
1.   Minimnya edukasi dan pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat akan hal tersebut dan,
Minimya edukasi dan pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan dan kelainan mental beserta penangananya menjadi salah satu faktor masih tingginya angka kelainan mental di Negara kita.

Peranan dalam Memberikan edukasi dan pemahahan mengenai kesehatan mental, gangguan kesehatan mental, berikut dengan penanganannya bukan hanya dibutuhkan oleh keluarga yang memiliki anggota keluarga yang menderita gangguan kesehatan mental, melainkan kepada seluruh masyarakat pada umumnya.

Dalam konsep person in environment yang menjadi salah satu ciri khas dari pekerjaan sosial menjelaskan bahwa keberadaan seseorang individu akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya.

 Untuk perihal kesembuhan penderita gangguan kesehatan mental maka seluruh lapisan masyarakat wajib dan berhak mendapatkan informasi yang selengkap-lengkapnya untuk menciptakan lingkungan (sosial) yang proporsional bagi kesembuhan para penderita.

2.   Masih tebalnya stigma buruk masyarakat terhadap penderita masalah kelainan mental.
Masih kuatnya stigma masyarakat terhadap penderita kelainan mental. Mereka para penderita seakan dianggap sebagai manusia yang berbahaya sehingga harus diberikan perlakuaan yang kurang wajar atau bahkan tidak manusiawi, salah satu bentuknya adalah pemasungan.
Hal ini masih bisa dengan mudah kita jumpai terutama didaerah pedalaman atau pelosok pelosok daerah. Masyarakat pelosok masih beranggapan bahwa pemasungan adalah salah satu bentuk penanganan, padahal bukan. 
Apabila cara ini masih dianggap sebagai cara yang relevan maka semakin tingginya angka kelainan mental akan semakin sulit untuk dihindarkan, pada akhirnya berakibat pada  penambahan beban negara terhadap penanganan yang semakin banyak.
Ketersediaan informasi yang tersampaikan pada masyarakat adalah salah satu bentuk upaya untuk sedikit menggeser stigma kuat masyarakat mengenai kesehatan mental. 
Melalui bentuk pemahaman yang dilakukan oleh kelompok maupun personal akan mampu menghapuskan paradigma yang ada.
Paradigma baru yang terbentuk tentunya akan menjadi sebuah hal yang baru, upaya dalam rangka mengantarkan Indonesia lebih baik, terciptanya kesejahteraan yang termanifestasi melalui rakyat yang sehat secara fisik maupun psikis serta rakyat yang informatif  dan edukatif. 
Dari Sini kita bisa melihat bahwa semakin lama, kasus terkait kesehatan mental bertambah banyak, ditambah dengan penangan yang buruk. jika hal ini terjadi terus menerus, bisa saja kondisi SDM Indonesia akan memilki kualitas yang kurang baik dimasa mendatang.
Referensi
2.       http://jurnal.unpad.ac.id/prosiding/article/view/13535/0 (Pdf)


Terimakasih, Wassalammualaikum...




0 komentar:

Posting Komentar